broken
hackforger au
“Gue udah minta lo dari awal untuk gak pake perasaan ke hubungan kita,” kata Piko sambil memijat pelipisnya, terduduk di pinggiran kasur berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan sendu Ucup yang ada di depannya sekarang.
“Maksud lo gak pake perasaan itu gimana, Pik? Setelah apa kita lewatin selama ini?” Tanya Ucup sambil memegang bahu Piko, berusaha membuatnya fokus kembali menatap Ucup yang sudah tidak kuat menahan tangisnya.
Selama ini mereka menjalin hubungan yang terbilang sangat dekat sebagai sepasang sahabat, memang sejak awal Piko sudah mengingatkan kalau ia mungkin saja tidak bisa membalas perasaan Ucup setelah laki-laki itu menyatakan perasaannya. Namun Ucup tetap berusaha untuk membuat Piko merasa nyaman dan senang berada di sekitarnya.
Memang, awal terjalinnya hubungan mereka adalah karena putusnya Piko dengan sang mantan kekasih, Sarah. Bodohnya Ucup mengira ia bisa menggantikan kekosongan tempat bekas orang yang pernah dicintai oleh Piko. Namun, semuanya salah karena apapun yang dilakukan oleh Ucup hanya akan sia-sia, tenaga dan waktunya terbuang habis untuk orang yang selama ini ia harapkan yang bahkan sama sekali tidak menganggapnya.
“Lo seriusan setelah semua yang gue lakuin buat lo?” tanya Ucup lagi, berusaha memastikan. Ia menatap mata Piko yang ada di hadapannya, berusaha mencari kebohongan atau paling tidak rasa bersalah dari mata yang selalu menjadi penyemangatnya itu.
“Gue masih ada rasa sayang sama dia,” jawab Piko sambil menghela napas dan kembali berusaha mengalihkan pandangannya dari Ucup.
“Lo gak usah nangis dan berusaha buat gue merasa bersalah, Ucup.” Kata Piko yang langsung dihadiahi tatapan sinis oleh Ucup.
Ia tidak pernah berpikir akan jatuh kepada orang sejahat Piko yang terlihat sama sekali tidak memiliki rasa bersalah setelah menyakiti perasaan seseorang.
Selama bertahun-tahun lamanya Ucup menemani Piko, selalu meluangkan waktu, menjadikan Piko sebagai prioritasnya dan ia justru malah menjadi orang yang paling tidak pernah dilihat. Bahkan setelah Piko putus dari mantannya empat tahun yang lalu. Ucup bahkan kini ragu, benarkah semua yang dikatakan oleh Piko kalau perasaan sayang darinya untuk Sarah masih ada? Salahkah jika Ucup berpikir kalau semua yang dikatakan Piko hanya kebohongan?
“Kalau lo mau marah sama gue, silakan, Cup. Gue akan menerima semuanya, lo bisa pukulin gue sekarang sebagai pelampiasan rasa kesal dan marah lo. Pukul gue, Cup.” Kata Piko sambil beranjak dari duduknya, berusaha untuk mensejajarkan dirinya dengan Ucup.
Piko tahu, Ucup tidak akan pernah bisa menyakitinya. Bahkan untuk berbicara dengannya dengan nada tinggi pun Ucup tidak akan bisa.
Apapun yang Ucup lakukan untuk Piko, semua tulus. Ia sama sekali tidak merasa direpotkan, ia melakukan semua hal untuk Piko dengan sepenuh hatinya, justru hal itu yang bisa membuatnya merasa bahagia. Kebahagiaan Piko adalah kebahagiaannya.
Sekarang, semua akan selesai disini.
“Mending lo yang pukulin gue, Pik. Pukul gue sampe mati kalau bisa,” kata Ucup sambil menarik kerah baju Piko, menatapnya dengan ekspresi yang bahkan sudah tidak bisa dideskripsikan seberapa kacaunya dengan air mata yang sudah tidak lagi bisa tergenang di pelupuk matanya.
“Kasih tau gue apa yang lo mau sebagai ganti rugi waktu dan tenaga lo selama empat tahun ke belakang.” Kata Piko sambil menyingkirkan tangan Ucup dari kerah bajunya.
Ia sama sekali tidak menginginkan apapun dari Piko, bahkan ia rela membuang dan meninggalkan apapun demi laki-laki yang ada di hadapannya sekarang.
“Gue gak mau lo ninggalin gue segampang itu, Pik.” Jawab Ucup dengan nada lirih, terdengar sangat putus asa di telinga Piko.
Piko menggeleng sambil tertawa remeh setelah mendengar jawaban Ucup, ia sudah menduga jawaban itulah yang akan keluar dari mulutnya.
“Maaf, gue gak bisa.” Jawab Piko singkat sambil melangkahkan kakinya keluar dari kamar Ucup.
Ucup menatap punggung Piko yang pergi keluar dari kamarnya. Ucup sudah tidak kuat lagi menahan tangisannya, semua air mata keluar seiring dengan menghilangnya Piko dari balik pintu kamarnya.
Piko terus memijat pelipisnya, kepalanya pusing setelah perdebatannya dengan Ucup. Dadanya sakit harus mengatakan kata-kata yang sebenarnya tidak ingin ia katakan.
Bohong kalau Piko mengatakan ia tidak memiliki perasaan apapun kepada Ucup. Bohong kalau ia mengatakan sama sekali tidak menyayangi Ucup, bahkan mencintai laki-laki itu.
Memang awalnya hubungan Ucup dan Piko terjalin karena adanya masalah yang timbul antara Piko dan Sarah, namun semua hal yang terjadi di hubungan mereka bukan hanya sebatas Piko yang menjadikan Ucup sebagai pelarian dari masalah.
Tentunya Piko memiliki alasan yang kuat kenapa melakukan hal sejahat itu kepada Ucup, ia ingin Ucup melupakannya dan memulai kehidupannya yang baru tanpa Piko.
Sakit bagi Piko melihat bagaimana keadaan Ucup. Namun ia merasa sama sekali tidak pantas menerima bahkan satu tetes air mata dari orang yang sangat tulus itu, tidak pantas karena ia tidak akan bisa memberikan perasaan yang sepenuhnya pada Ucup.
Ia hanya takut. Takut akan membuat Ucup lebih sakit lagi nantinya. Takut membuat Ucup semakin membuang waktunya sia-sia bagi orang yang sama sekali tidak bisa mengerti dirinya, yang hanya bisa merepotkan dan menyusahkannya.
Piko menyadari dengan cara berpisah seperti ini tidak akan menjadi hal yang mudah bagi keduanya. Namun hanya hal inilah yang Piko bisa lakukan.
Tanpanya, mungkin Ucup tidak akan kesulitan lagi.
Tanpanya, mungkin Ucup tidak akan membuang waktunya secara sia-sia lagi.
Tanpanya juga, mungkin Ucup tidak akan merasakan sakit hati lagi.
Ya, mungkin.