Sakit
Kyla & Wenny
tw// self harm, injury, rape, harassment
Rasanya sakit, tapi bukan di tangannya yang penuh luka itu. Yudita masuk ke dalam kamarnya untuk melihat bagaimana keadaan Kyla saat itu. Semuanya aneh, tidak seperti biasanya Kyla kali ini sama sekali tidak menangis, pandangannya kosong.
“Kyla,” panggil Yudita yang sama sekali tidak digubris oleh gadis itu.
“Kyla, gue obatin tangan lu ya?” tanyanya pelan, di tangannya sudah ada peralatan yang biasa ia gunakan untuk membantu Kyla mengobati lukanya. Yudita memang sudah sangat terbiasa menangani Kyla di saat genting, contohnya yang terjadi hari ini, dimana Wenny tidak ada bersamanya.
Perlahan Yudita menyibak kemeja milik Kyla, terlihat jelas bagaimana tulang selangka dari pemilik badan kurus itu membiru akibat memar, ada beberapa goresan yang masih baru di atas kulit lengan bagian atasnya. Yudita meringis ngilu melihat luka di lengan Kyla, memang temannya ini perlu pengawasan yang lebih ketat dari sebelumnya.
Sambil Yudita terfokus dengan masih terus membersihkan dan mengobati luka di tangan Kyla, yang diobati masih terdiam memikirkan Wenny. Masih tidak menyangka hal ini benar-benar terjadi, Wenny yang benar-benar sudah lelah dan menyerah menghadapinya, meninggalkan Kyla di titik terendah.
Kenapa Wenny harus meninggalkannya saat ia berada di posisi sesulit ini? Kemana janji Wenny yang dulu mengatakan tentang dirinya yang akan terus bersama dengan Kyla? Apakah dirinya seburuk itu untuk dipertahankan?
Wenny pasti sudah sangat lelah saat ini, ditambah ia pasti kecewa dengan bagaimana tadi Kyla dengan beraninya mengeluarkan kata-kata seperti itu dan menyinggung hatinya. Kyla akui dirinya memang sangat buruk dalam urusan mengontrol emosi.
Kyla merasa sangat bersalah saat ini, seharusnya ia tidak tersulut emosi saat menghadapi Wenny. Sekarang orang yang paling disayanginya sudah pergi, apa yang harus Kyla lakukan untuk membuat Wenny kembali?
Rapuh, itu sepertinya hal yang cocok untuk mendeskripsikan bagaimana Kyla sekarang yang bahkan hanya untuk menangis saja ia sama sekali tidak sanggup. Dirinya seperti mati rasa bahkan disaat Yudita menekan lukanya dengan obat-obatan itu, rasa sakit di kulitnya dikalahkan oleh rasa nyeri di dada. Sakit.
Rasanya sakit, tapi bukan di lengannya yang penuh luka itu. Di relung hatinya. Bahkan kini Kyla tidak tau hal apa yang bisa membuatnya bangkit lagi, Wenny adalah satu-satunya orang yang membuatnya bertahan.
Wenny pernah bilang kalau Kyla adalah orang baik, orang baik macam apa yang mengecewakan orang yang disayanginya?
Namanya masih selalu terngiang-ngiang di pikiran, senyum manis dan tawa riangnya, ia rindu.
Wenny, nama itulah yang saat ini selalu ada di pikirannya, rasanya baru kemarin setiap nama itu disebut dan menimbulkan rasa seolah ada kupu-kupu beterbangan di perutnya. Pemilik nama itu berhasil membuat Kyla jatuh ke pelukannya. Kyla yang sekeras batu dan sangat sulit untuk membuka hatinya untuk siapapun, lalu Wenny datang dan berhasil membuat Kyla menjadi miliknya.
Wenny bagaikan rumah dan juga obat untuknya, gadis itu datang dan membantu Kyla untuk bangkit. Mungkin benar, kalau Wenny dulu tidak hadir di hidupnya, Kyla sudah tidak ada di dunia ini.
Memang sebelum Wenny datang di hidupnya, Kyla tidak sehancur sekarang. Kesehariannya memanglah menghadapi Ayah yang sering memukul dan melecehkannya, Kyla benar-benar tidak berani melaporkan Ayahnya karena hanya pria tua itulah satu-satunya keluarga inti yang ia miliki. Walaupun ia semenjak beranjak remaja, ia merasa dikotori oleh Ayahnya sendiri.
Sebelum mengenal Wenny, Kyla memang benar-benar sendirian dan tidak punya tempat untuk mencurahkan bagaimana isi hatinya. Sejak kecil juga Kyla sudah menormalisasi hal-hal yang bisa menyakiti dirinya, terbiasa melihat orang tuanya memarahi hingga memukulinya juga membuat Kyla menjadi sulit dalam mengontrol emosinya, dengan mudah amarahnya bisa memuncak, tangisnya pecah, tawanya meledak.
Kyla adalah anak tunggal di keluarga kecilnya, dilahirkan dari rahim seseorang yang sebenarnya belum siap untuk memiliki anak membuatnya menjadi korban atas ego orang tuanya. Semenjak ibunya meninggal, Kyla hanya tinggal berdua dengan Ayahnya yang mungkin hanya sebulan sekali bisa singgah untuk pulang karena pekerjaannya. Kyla sedikit bersyukur Ayahnya tidak harus bertemu dengan dirinya setiap hari. Sering kali Kyla berpikir, seharusnya ia tidak pernah dilahirkan, karena untuk apa ia dilahirkan hanya untuk menjadi pelampiasan amarah bagi orang tuanya?
Hidup dengan fasilitas lengkap tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Kyla selalu dikelilingi uang dan fasilitas yang lengkap, sejak kecil orang tuanya sibuk bekerja dan meninggalkan Kyla bersama suster dan asisten rumah tangganya. Setiap pulang ke rumah dan melihat kesalahan kecil yang diperbuat oleh Kyla, ayahnya selalu marah. Bukan, Kyla tidak pernah melawan ayahnya sama sekali namun laki-laki paruh baya itu selalu menganggap kalau Kyla melawannya.
Dulu sebelum Ibunya pergi, setiap hari, Kyla bangun dengan keadaan rumah yang sudah kosong, kedua orang tuanya sudah berangkat untuk bekerja dan hanya ada ART yang selalu menemaninya di rumah. Betapa kosong dan tidak berwarna hidup Kyla, tapi entah kenapa ia bertahan sampai sejauh ini.
Sampai sini, mungkin bisa disimpulkan betapa berubahnya kehidupan kacau Kyla semenjak Wenny datang. Wenny yang periang itu datang membawa semua kebahagiaan, mengenalkan Kyla pada orang-orang baru yang sangat baik, membuat Kyla merasa spesial dan lebih kuat lagi untuk bertahan. Wenny benar-benar menjadi sumber kebahagiaan dan alasan Kyla untuk bertahan. Bagi Kyla, Wenny segalanya.
Rumah, itulah satu kata yang bisa mendeskripsikan bagaimana Kyla menganggap Wenny yang selalu ada untuknya. Lebih dari seorang kekasih ataupun teman, Wenny adalah segalanya untuk Kyla, ia adalah tempatnya untuk pulang. Sekarang, rumah itu tidak lagi menjadi miliknya.
Rindu. Kyla merindukan semuanya tentang Wenny. Paras cantik yang dilihatnya hampir setiap hari, tawa riangnya yang setiap hari didengar Kyla yang sekarang mungkin akan sulit didengarnya lagi, namun sekarang namanya masih selalu terngiang-ngiang di kepala, senyum manis dan tawa riangnya. Ia rindu.