Rumah Pohon
Chenji AU
Tengah hari di awal tahun 2005
Tanah basah di siang hari setelah turunnya hujan saat itu dipijak oleh Jisung, anak laki-laki berusia lima tahun yang baru saja keluar dari rumah barunya. Keluarga Jisung baru saja pindah ke daerah baru yang lumayan jauh dari tempat asal mereka karena proyek milik ayahnya yang mengharuskan keluarga Jisung untuk ikut pindah ke daerah tersebut.
Dengan baju barunya, Jisung berjalan ke arah rumah pohon yang terletak beberapa meter dari rumah barunya. Rumah pohon itu berhasil menarik perhatiannya, “HALO!” teriak seorang anak laki-laki memunculkan kepalanya dari jendela rumah pohon itu yang berhasil membuat Jisung terkesiap karenanya. Jisung mengerutkan alisnya bingung, “Halo? Kamu siapa? Kenapa kok di atas situ sendirian?” tanyanya dengan suara yang agak keras agar si anak laki-laki yang ada di dalam rumah pohon itu dapat mendengarnya.
“AKU CHENLE! KAMU SIAPA?” teriaknya bertanya pada Jisung yang masih mendongakkan kepala memandangnya dari bawah, “namaku Jisung.” jawabnya. Jisung sama sekali tidak menjawab Chenle dengan berteriak juga karena ia takut mengganggu orang-orang yang tinggal di sekitar. Chenle yang kesal karena kesulitan mendengar jawaban Jisung akhirnya turun ke bawah dan menghampiri anak laki-laki dengan rambut basah khas anak-anak yang baru selesai mandi.
“Nama kamu siapa?” tanya Chenle lagi setelah sampai di hadapan Jisung yang masih menatapnya dengan bingung. “Namaku Jisung, kamu gak bisa denger ya?” pertanyaan itu terdengar seperti pertanyaan sarkas, namun Jisung benar-benar bertanya apakah Chenle kesulitan mendengarnya atau tidak. Chenle dengan kesal menjawab, “ya bisa lah, kamu ini gimana?” yang hanya dijawab oleh Jisung dengan kekehan.
“Aku baru pindah, rumahku di sana.” kata Jisung sambil menunjuk ke arah rumahnya yang berada di seberang rumah pohon milik Chenle. Mata Chenle mengikuti arah kemana tangan Jisung menunjuk, “oh … sekarang kita tetangga, ini rumahku.” jawab Chenle menunjuk ke arah rumah bertingkat yang lumayan besar, terletak di belakang rumah pohon itu.
“Kalau pohon itu, punya kamu juga?” tanya Jisung dengan ragu yang dijawab anggukkan oleh Chenle, “iya, rumah pohon bikinan papi ku, kalau kamu mau kita bisa main di sini setiap hari.” Jawabnya.
Januari 2021
Sepanjang tahun 2020, Jisung merasakan bagaimana hari-harinya hampa dan kosong karena awal tahunnya yang dihadiahi dengan mimpi buruk yang sulit dipercaya olehnya. Perlu waktu berbulan-bulan untuknya menerima kenyataan yang ada dan di sinilah ia sekarang.
Jisung tersenyum mengingat bagaimana perkenalannya dengan Chenle lima belas tahun yang lalu terjadi, saat itu keduanya masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi Jisung menghampiri rumah pohon milik Chenle. Perlu disyukuri rasa penasarannya sangat tinggi saat itu hingga ia bisa bertemu dengan pria yang sempat menjadi kekasihnya.
Entah sejak kapan rasa itu tumbuh, tapi keduanya sempat bertukar rasa bersama. Jisung senang bisa mengenal Chenle dalam waktu yang lama, saling mengasihi dengan lelaki itu. Senyuman itu masih terlukis di wajahnya seiring dengan jatuhnya air mata dari pelupuk matanya, “udah satu tahun kamu pergi, gimana di sana?” tanya Jisung bermonolog sambil mencabuti rumput yang tumbuh di sekitar pusara. Tertulis jelas nama laki-laki yang mengisi harinya selama lima belas tahun ke belakang.
Terima kasih karena udah pernah hadir untuk aku dan yang lainnya. Kata Jisung dalam hati, kini bahunya yang bergetar akibat isak tangis. Jisung masih mencoba menahan tangisannya.