pulang
Bahkan kata pulang saja seperti tidak layak digunakan untuk datang ke tempat ini.
tw // violence, homophobia.
Rendra sampai di rumahnya setelah buru-buru pergi meninggalkan rumah Cakra. Malam itu ia sampai di rumahnya, yang seperti biasa terdengar suara ribut yang tidak disukainya setiap ayahnya pulang ke rumah.
“Udah teriak-teriaknya? Gak malu suara kedengeran sampe ke rumah tetangga?” tanya Rendra dengan nada yang ditinggikan setelah melihat bagaimana kacaunya keadaan ruang tamu setelah memasuki rumah.
Ayahnya yang melihat Rendra datang dan langsung membentak itu langsung menghampiri Rendra, ditariknya kerah baju anak semata wayangnya itu.
“Puas kamu mempermalukan keluarga kita?” tanyanya, wajahnya didekatkan dengan wajah Rendra, berjarak sekitar 5 cm. Rendra mengerutkan alisnya bingung, ia langsung mengalihkan pandangannya ke ibunya.
“Maaf Rendra, Mama gak seharusnya bilang ke Papa tentang itu.” Katanya dengan air mata yang deras mengalir ke pipinya. Dengan santai Rendra menggapai tangan ayahnya, “kalau aku mempermalukan keluarga, Papa apa?” tanyanya dengan nada remeh.
“Lebih baik kamu mati, daripada saya harus punya anak seorang gay.” Katanya dan detik itu juga Rendra habis dipukuli oleh ayahnya sendiri.
Sambil menangis sesenggukan, ibunya mengompres dan membersihkan luka-luka yang ada di tubuh Rendra.
“Maafin Mama.” katanya, entah sudah yang keberapa kali.
“Ma, udah, ya?” jawab Rendra lalu menggenggam tangan ibunya.
Hal-hal seperti dipukuli dan dibentak seperti ini sudah biasa dialaminya, sejak kecil setiap ayahnya pulang ke rumah tidak jarang yang diterima oleh Rendra adalah pukulan dan bentakkan, hanya saja kali ini ibunya menyaksikan sendiri bagaimana Rendra hampir mati di tangan ayahnya.
Kalau saja Julian dan Johan tidak datang untuk menyusul Rendra, ia mungkin sudah mati di tangan ayahnya sendiri.
“Julian, Johan, thanks ya udah bantuin gue,” kata Rendra sambil kesusahan berbicara karena lebam di sekitar wajahnya.
Julian dan Johan hanya menganggukkan kepala. Johan terlihat masih terkejut, seolah menyadari betapa kacaunya Rendra tanpa orang-orang di sekitar selain keluarganya, ada sedikit penyesalan di dirinya karena sudah merasa cemburu pada Rendra.
Julian dan Johan berhasil membuat ayah Rendra berhenti memukuli anaknya sendiri dan sekarang laki-laki tua itu entah berada dimana setelah menerima bentakkan dari Julian karena menyakiti anaknya sendiri.
“lebih baik jadi gay daripada jadi pecundang tempramental yang taunya cuma mukulin anaknya sendiri” kira-kira begitulah kata-kata yang dikeluarkan olehnya tadi.
Keadaan ruang tamu di rumah Rendra masih kacau, tidak ada serpihan kaca dari gelas atau piring namun kali ini beberapa bingkai foto keluarganya yang dibanting oleh sang ayah.
Bagi Rendra, memang benar-benar tidak ada tempat yang bernama rumah di dunia ini untuknya. Bahkan kata pulang saja seperti tidak layak digunakan untuk datang ke tempat ini.
Rendra merasa kali ini benar-benar kacau dan seharusnya Julian tidak datang menyelamatkannya.