Rindu

namanya masih selalu terngiang-ngiang di kepala, senyum manis dan tawa riangnya, ia rindu.


Harsa, nama itulah yang saat ini selalu ada di pikirannya, rasanya baru kemarin setiap nama itu disebut, rasanya seperti ada kupu-kupu di perutnya.

Pemilik nama itu berhasil membuat Rendra jatuh ke pelukannya, Rendra yang sekeras batu, sangat sulit untuk membuka hatinya untuk siapapun dan Harsa berhasil memilikinya.

Harsa bagaikan rumah dan juga obat untuknya, laki-laki itu datang dan membantu Rendra untuk bangkit. Mungkin benar, kalau Harsa tidak pernah hadir di hidupnya, Rendra sudah tidak ada di dunia ini.

Memang, sebelum Harsa datang di hidupnya, Rendra tidak sehancur sekarang namun ia benar-benar kosong. Kesehariannya menghadapi Ayah yang sering memukulinya, Ibunya yang jarang pulang ke rumah karena kesibukannya di kantor.

Sebelum mengenal Harsa, Rendra benar-benar sendirian dan tidak punya tempat untuk mencurahkan bagaimana isi hatinya. Sejak kecil juga Rendra sudah menormalisasi hal-hal yang bisa menyakiti dirinya, terbiasa melihat orang tuanya memarahi hingga memukulinya juga membuat Rendra menjadi sulit dalam mengontrol emosinya, dengan mudah amarahnya bisa memuncak, tangisnya pecah, tawanya meledak.

Rendra adalah anak tunggal di keluarga kecilnya, dilahirkan dari rahim seseorang yang sebenarnya belum siap untuk memiliki anak membuatnya menjadi korban atas ego orang tuanya. Sering kali Rendra berpikir, seharusnya ia tidak pernah dilahirkan, karena untuk apa ia dilahirkan hanya untuk menjadi pelampiasan amarah bagi orang tuanya?

Hidup dengan fasilitas lengkap tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Rendra selalu dikelilingi uang dan fasilitas yang lengkap, sejak kecil orang tuanya sibuk bekerja dan meninggalkan Rendra bersama suster dan asisten rumah tangganya. Setiap pulang ke rumah dan melihat kesalahan kecil yang diperbuat oleh Rendra, ayahnya selalu marah. Bukan, Rendra tidak pernah melawan ayahnya sama sekali namun laki-laki paruh baya itu selalu menganggap kalau Rendra melawannya, diakibatkan dari nada bicara yang digunakan Rendra. Tanpa sadar, sebenarnya semua sikap Rendra adalah turunan dari ayahnya sendiri.

Setiap hari, Rendra bangun dengan keadaan rumah yang sudah kosong, ayah dan ibunya yang sudah berangkat untuk bekerja, hanya ada ART yang selalu menemaninya di rumah. Betapa kosong dan tidak berwarna hidup Rendra, tapi entah kenapa ia bertahan sampai sejauh ini.

Sampai sini, mungkin bisa disimpulkan betapa berubahnya kehidupan kacau Rendra semenjak Harsa datang ke kehidupannya. Harsa yang periang itu datang membawa semua kebahagiaan, mengenalkan Rendra pada orang-orang baru yang sangat baik, membuat Rendra merasa spesial dan lebih kuat lagi untuk bertahan. Harsa benar-benar menjadi sumber kebahagiaan dan alasan Rendra untuk bertahan. Rendra sangat menyayangi Harsa.

Rumah, itulah satu kata yang bisa mendeskripsikan bagaimana Rendra menganggap Harsa. Lebih dari seorang kekasih ataupun teman, Harsa adalah segalanya untuk Rendra, tempatnya untuk pulang. Sekarang, rumah itu tidak lagi menjadi miliknya.

Rindu. Rendra merindukan semuanya dari Harsa. Wajah tampan yang dilihatnya hampir setiap hari, tawa riangnya yang setiap hari didengar Rendra yang sekarang mungkin akan sulit didengarnya lagi, namun sekarang namanya masih selalu terngiang-ngiang di kepala, senyum manis dan tawa riangnya. Ia rindu.