Pagi dan Tangis.

Rendra dan Harsa


tw // mentioning suicidal, self harm.


“Hari ini Ayah sama Bundaku pulang, kamu mau nginep lagi?” tanya Harsa yang melihat Rendra baru keluar dari kamar mandi, masih dengan rambut yang basah.

“Mungkin iya, emang kenapa kalo ada ayah kamu?” tanya Rendra sambil mengerutkan alisnya, bingung.

“Takutnya kamu gak nyaman, mungkin ayah bakal ribut atau banyak ngajak aku ngobrol jadi nanti aku gak punya banyak waktu buat kamu,” jawabnya yang hanya dibalas oleh Rendra dengan, “aku gapapa,” kata Rendra, sekarang ia sedang menatap tangannya yang memiliki banyak goresan luka hasil perbuatannya sendiri.

Harsa yang melihat tangan Rendra hanya menggelengkan kepalanya, “Rendra ...” panggilnya. Rendra langsung menolehkan kepalanya menatap Harsa, “kenapa?” tanyanya.

“Jangan sakitin diri kamu lagi, aku sedih liat kamu kaya gitu,” kata Harsa, benar-benar memberikan Rendra tatapan sendu, terlihat dengan jelas di matanya ada rasa khawatir terpancar. Rendra menatap sinis Harsa, “kamu sendiri juga sering nyakitin diri sendiri.” Jawab Rendra acuh.

“Aku udah lama gak pernah lagi, sekarang giliran kamu yang harus berusaha.” kata Harsa sambil berusaha menggenggam tangan Rendra yang ada di hadapannya.

Rendra tertawa sinis, “kamu pikir selama ini aku gak berusaha?” tanyanya, Harsa tau itu bukanlah pertanyaan yang perlu dijawab, “aku tau kamu berusaha, kamu hebat udah bisa bertahan sampai sekarang, aku bangga sama kamu, tapi tolong ya, sayang ... kamu kurangin hal yang bisa nyakitin diri kamu sendiri,” kata Harsa dengan nada lirih.

Kalau boleh jujur, dirinya pun lelah harus selalu membujuk Rendra agar tidak menyakiti diri sendiri. Rendra selalu mencari cara untuk menyakiti dirinya.

“Gak sekali dua kali juga kamu pernah nyoba buat bunuh diri,” kata Rendra yang langsung membuat Harsa kaget, ia tidak menyangka kata-kata seperti itu keluar dari mulut Rendra, “maksud kamu?” tanya Harsa, tatapannya kesal namun bingung, masih berusaha menahan dirinya karena ia tau Rendra sedang tidak stabil saat ini.

“Ya kamu selalu minta aku untuk gak nyakitin diri sendiri, tapi kamu sendiri gimana?” tanya Rendra dengan nada yang mulai meninggi, sangat terasa kalau emosinya sudah mulai memuncak.

Harsa menghela napas berat, “stop pembahasan kaya gini, yang aku minta sekarang kamu berhenti buat sakitin diri sendiri.” Katanya langsung memalingkan pandangannya dan duduk di ujung kasur, “kamu udah males ya ngeladenin aku yang kaya gini?” tanya Rendra, tatapannya sedikit terlihat seperti sedang marah.

“Enggak juga,” jawab Harsa, “enggak juga, berarti iya,” kata Rendra yang langsung mendekati Harsa.

Rendra benar-benar merasa seperti menjadi beban bagi banyak orang, bagi orang tua, teman-teman, bahkan untuk orang yang paling disayanginya.

Kadang Rendra sendiri bingung apa yang sebenarnya ada di pikirannya, kenapa ia selalu berpura-pura kuat menghadapi masalahnya padahal yang ia lakukan di belakang semua orang adalah menyakiti diri sendiri.

Hanya Harsa yang tau semua masalah Rendra secara mendetail, karena hanya Harsa yang bisa ia percaya, setidaknya untuk saat ini.

“Maafin aku selalu ngerepotin kamu, kamu pasti capek.” Kata Rendra lalu menundukkan kepalanya, rasanya ia ingin menangis saat itu juga namun ditahannya, sudah terlalu sering ia menangis di hadapan Harsa.

It's okay, aku ngerti kamu juga udah berusaha ...” kata Harsa lalu meraih bahu Rendra untuk ditariknya laki-laki itu ke dalam pelukan Harsa.

“Jangan pergi ya ... aku gak tau gimana nanti kalo gak ada kamu,” ucap Rendra sambil merasakan hangatnya pelukan Harsa. Tidak ada jawaban dari Harsa, yang ia lakukan hanya mengeratkan pelukannya kepada Rendra.

Pagi itu, lagi-lagi Rendra menangis di pelukannya.