Kacau, Lelah
Rendra dan Harsa
tw // mentioning depression, self harm, blood, unusual temper peak.
Harsa tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Julian yang pintunya sudah terbuka lebar-lebar, “Rendra di kamar gue, katanya mau numpang tidur,” kata Julian santai. Cepat-cepat Harsa lari ke kamar Julian, ia tidak bisa meninggalkan Rendra sendirian karena tidak mau terjadi apapun yang tidak diinginkannya.
“Rendra” panggilnya saat pintu kamar Julian terbuka lebar, terlihat Rendra terbaring di atas ranjang milik Julian dengan pandangan kosong ke arah langit-langit kamar. Harsa langsung duduk di sisi kosong ranjang, “kepala kamu masih sakit?” tanyanya.
Rendra menggeleng, “yang sakit tanganku.” Katanya.
Tidak bisa dibohongi dari tatapannya, Harsa sangat khawatir setelah mendengar jawaban Rendra. Buru-buru ia meraih lengan Rendra, tidak ditemukannya ada bekas luka baru di tangan itu namun pikirannya tidak berhenti disana, perlahan diangkatnya lengan baju Rendra dan disanalah Harsa dapat melihat beberapa goresan luka baru yang cukup dalam.
“Ren ...” lirihnya, benar-benar tidak tau harus mengatakan apa lagi. Sakit rasanya melihat orang yang disayanginya sekacau ini.
“Maaf.” Kata Rendra yang langsung menitikkan air matanya.
“Gapapa, aku bantu obatin ya,” kata Harsa dengan mata berkaca-kaca, ia benar-benar ingin berteriak saat ini juga karena melihat keadaan Rendra. Harsa beranjak dari duduknya namun dicegah oleh Rendra.
“Gak usah, nanti sembuh sendiri.” Ucap Rendra.
“Kenapa kamu kaya gitu lagi?” tanyanya kesal, napas Harsa bahkan mulai tidak teratur. Memang benar kata Julian, keduanya tidak baik bersama-sama terlalu lama.
“Karena aku gak tau harus apa,” jawab Rendra pelan, sebenarnya ia takut Harsa akan meledak saat ini juga namun ia sendiri terlalu lelah, “aku udah bilang ke kamu, jangan gitu lagi.” Katanya.
“Berisik. Aku kaya gini buat ngelupain sakitnya, seenggaknya aku gak kepikiran yang aneh-aneh.” Ucap Rendra.
“Gitu? dengan kamu lukain diri kamu sendiri, itu gak sakit?” tanya Harsa sinis, matanya berkaca-kaca namun dirinya benar-benar dikuasai oleh emosi saat ini, “aku gak bakal nyakitin diriku sendiri kalo ada kamu disini.” Kata Rendra dengan suara yang bergetar karena dirinya mulai menangis.
Harsa langsung menatap Rendra, seolah akan meledak saat itu juga, “terus aku harus apa biar kamu gak kaya gitu? aku harus 24 jam ada di sebelah kamu?” tanyanya, nada bicaranya sudah mulai meninggi.
“Gak perlu, aku tau kamu sibuk dan aku gak akan pernah jadi prioritas kamu.” Jawab Rendra ketus yang membuat Harsa menatapnya bingung, “maksud kamu gimana?” tanyanya.
“Iya, kamu merasa gak kalo aku selalu jadiin kamu prioritas? Bahkan di atas diriku sendiri.”
Harsa diam, memang benar Rendra selalu menomorsatukan Harsa dari segalanya, bahkan di saat-saat genting pun. Rendra selalu menjadi orang yang memberikan semuanya dengan tulus, menyayangi dan memperlakukan Harsa seolah tidak ada orang lain yang lebih penting daripada Harsa.
Semua Rendra lakukan karena ia merasa hanya memiliki Harsa, hanya Harsa yang bisa menjadi rumah baginya, menjadi tempat berlindungnya. Kadang Rendra terlalu egois menginginkan Harsa selalu bersamanya, terlebih akhir-akhir ini Harsa sibuk.
“Rendra, kamu tau sendiri gimana sibuknya aku di kampus, aku jalan-jalan juga buat refreshing, aku mumet juga, aku juga bisa stress.” Jawab Harsa. Laki-laki itu langsung mengacak-acak rambutnya kesal.
Harsa kadang tidak habis pikir dengan tingkah kekanak-kanakan Rendra yang selalu menuntutnya ini itu. Memang, Harsa sangat menyayangi Rendra, tapi kehidupannya juga tidak melulu tentang Rendra.
Terlebih Harsa juga memiliki keadaan yang mirip seperti Rendra dengan kondisi mental yang kurang stabil.
Kali ini, Harsa benar-benar lelah menghadapi Rendra.